01.
Kau pernah melihat bagaimana pemuja iblis bergumun? Belum pernah? Nah, mungkin kau sekarang bisa melihatnya. Bagaimana sekelompok manusia yang sama memuja satu entitas dengan kepatuhan penuh. Memuja. Padahal tak lain iblis itu hanya ingin kesenangan belaka.
Jungkook, kau dapatkan semua kesenangan yang semu itu. Menikmati setiap detiknya seolah kau tidak akan menemui matahari terbit di esok pagi. Bagimu hidup hanya sekali, jadi habiskan saja dengan senang-senang.
Toh sama saja, mereka saling mendapat kepuasan satu sama lain. Mengisi celah yang kosong di hati mereka, tanpa disadari hanya untuk menimbulkan celah lagi. Begitulah siklus hidup yang terus berputar bak roda.
Kau lambaikan tanganmu, mengundang berbagai sayap hinggap meneguk nektarmu, lalu mabuk karenanya. Cairanmu itu mungkin mengandung zat adiktif yang menimbulkan ketagihan.
Oh, mungkin barangkali di senyumanmu mengandung bisa ular taman Eden. Kedipan matamu diciptakan untuk menarik pesona anak cucu Adam. Kau peroleh nyawa mereka tanpa mereka sadari, buat mereka terlena.
Kau benar-benar titisan iblis. Kau buat anak manusia terlena seperti janjimu.
Hingga semua warna dan cairan jatuh di atas tubuhmu yang polos tak berbalut kain, nafas yang terengah lalu tenggelam dalam desahan lirih, tangan yang saling bertaut, lalu tubuh yang bertindihan. Kau ciptakan nirwana khayalmu dalam satu malam.
Barangkali Azazil lupa janjinya pada Jibril. Ia terlalu sibuk memenuhi egonya hingga lupa pada kawan tercintanya itu.
From Requiem, 2022
02.
Izana Kurokawa adalah manifestasi kegilaan Haitani Ran. Semua obsesinya berkumpul melebur bersama iris violet milik Izana. Ran selalu menemukan pesona magis dalam sorot mata dingin dari bos Tenjiku tersebut.
Baginya Izana adalah sosok kudus yang setiap langkahnya membawa keberkahan. Kalau Izana tidak waras, maka Ran lebih tidak waras lagi. Dalam hari biasa mereka akan bertemu, berbincang sepatah dua patah kata layaknya teman dekat pada umumnya. Lalu di malam hari mereka memadu cinta, tubuh bergulat dalam keringat melakukan aktivitas intim seolah tiada hari esok.
Kadangkala Ran suka mengusap tengkuk Izana. Membayangkan jejak-jejak kemerahan hasil ulahnya di atas kulit tan tersebut. Izana tidak pernah mengizinkannya. Tetapi Ran tetaplah Ran, semakin dilarang maka obsesinya semakin menjadi.
Seluruh hubungan yang pernah Ran jalani biasanya hanya didasari oleh gejolak nafsu, hubungan singkat yang dimulai saat pertengahan malam dan berakhir saat fajar menyingsing. Tetapi hanya saat bersama Izana-lah semua pertemuan-pertemuan ini bermuara. dan keduanya sama-sama tidak ada niatan untuk mengakhiri.
“Ran, mikirin apa?”
Pertanyaan dari Izana sukses membuyarkan lamunan Ran. Setelah menghabiskan dua ronde bercinta, ia membiarkan Izana tertidur di atas tubuhnya. Menikmati bagaimana degup jantung mereka yang saling berdetak sinkron. “Kamu,” Ran membuat jawabannya terlihat asal, menghasilkan tawa kecil dari Izana.
“Gombal.”
Ran tidak ingat pernah melemparkan gombalan murah seperti ini kepada partner-nya. Peraturan tidak tertulis dalam hidupnya adalah untuk tidak menemui orang yang sama. Namun Izana adalah pengecualian. Jadi ia biarkan Izana menyelip masuk kedalam kehidupan ranjangnya hingga menghasilkan pertemuan kedua, ketiga, dan selanjutnya tidak bisa dihitung dengan jari lagi.